Ilustrasi Waktu yang Tepat (pixabay.com) |
Siswa
SMA kelas 12, namanya Riki. Punya mimpi masuk Perguruan Tinggi Negeri. Ia tekun
belajar untuk mengejar salah satu mimpinya itu. Siang malam ia gunakan waktunya
untuk terus belajar. Porsi main dengan teman-temannya ia kurangi. Riki sangat
ingin menjadi dokter. Tujuannya simpel, supaya keluarga dan saudara-saudaranya
bisa berobat gratis kepadanya. Sungguh mimpi yang mulia.
Di sekolah Riki aktif mengikuti organisasi. Mulai dari OSIS, PRAMUKA, PASKIBRA, sampai ekstrakurikuler jurnalistik ia geluti. Bahkan, ia pernah menjuarai lomba orasi tingkat kabupaten saat kegiatan PRAMUKA. Selain itu ia juga pernah menjabat sebagai ketua OSIS saat ia masih duduk dikelas 11. Tak henti sampai di situ, ia juga menjadi satu-satunya perwakilan sekolahnya yang lolos menjadi PASKIBRAKA tingkat Kabupaten.
..........................................................................................................................................................
Siswa SMA kelas 12, namanya Sandi.
Punya mimpi masuk Perguruan Tinggi Negeri. Namun, ia malas-malasan untuk
belajar. Siang malam ia gunakan waktunya untuk main game terus-terusan.
Bahkan, saat jam istirahat di sekolah pun ia pasti asyik dengan handphonenya
untuk main game. Sepulang sekolah, ia selalu nongkrong untuk mabar
(main game bareng) dengan teman-temannya. Sandi berencana masuk jurusan
kedokteran, karena ia menganggap jurusan kedokteran itu jurusan yang sangat
keren. Tujuannya supaya keluarga dan saudara-saudaranya bangga, karena ia mau
menjadi dokter yang kaya raya. Hal itu karena ia berpikir bahwa kerja jadi
dokter itu sungguh mudah, hanya memeriksa pasien lalu dapat uang.
Di sekolah Sandi hanya mengikuti satu
ekstrakurikuler saja, yaitu futsal. Ia menganggap hanya buang-buang waktu dan
tenaga saja kalau ikut ini dan itu. Ia pernah membawa sekolahnya juara 1 futsal
tingkat provinsi. Walaupun ia hanya dimainkan sekali saja pada babak
penyisihan. Hal itu tidak aneh, karena ia memang jarang sekali ikut latihan,
tapi giliran ada perlombaan, selalu paling depan. Sebetulnya Sandi terbilang
siswa yang cukup cerdas, terbukti waktu kelas 10 ia mendapat peringkat ke-2
dikelasnya, bahkan sampai sekarang ia selalu berada di peringkat 10 besar.
Hanya kemalasan yang membuatnya tidak bisa memaksimalkan potensi yang ia
miliki. Sungguh sangat disayangkan.
..........................................................................................................................................................
Menjelang tes masuk Perguruan Tinggi
Negeri Riki semakin sibuk mempersiapkan diri. Tak lupa ia juga meminta restu dan
doa dari kedua orang tuanya, khususnya sosok ibu yang paling dekat dengan
dirinya.
“Bu,
tes masuk universitas jadinya lusa, Riki minta doanya lagi ya bu supaya
dilancarkan dan diberi hasil yang terbaik,” ujar Riki.
“Iya
nak, setiap selesai salat selalu ibu doakan. Semoga impian kamu dikabulkan
Allah. Kamu juga jangan lupa untuk berdoa.”
“Jurusan
yang dipilihnya kedokteran atau berubah pilihan lagi?” tanya ibunya.
“Pilihannya
ada dua bu, yang pertama tetep kedokteran, satu lagi Riki milih farmasi,” jawab
Riki.
“Oh
iya, mudah-mudah diberikan hasil yang terbaik ya, nak.”
“Aamiin-aamiin....”
..........................................................................................................................................................
Menjelang tes masuk Perguruan Tinggi
Negeri Sandi masih saja sibuk dengan game di handphonenya. Jangankan
minta doa kepada orang tuanya, belajar saja ia masih saja malas-malasan.
Padahal tesnya tinggal 2 hari lagi. Suatu ketika saat Sandi sedang asyik
bermain game di kamarnya, tiba-tiba ibunya masuk,
“Ya
ampun Sandi, bukannya belajar malah asyik main game. Gimana persiapan
tes masuk universitasnya?” tanya ibunya sambil berjalan mendekati Sandi.
“Aman,
Mah” jawabnya singkat sambil tetap asyik bermain game.
“Udahan
dulu mainan gamenya, mamah mau bicara.”
“Nanggung
Mah, bentar lagi, lagi seru-serunya nih.”
“Dari
tadi, orang ngajak bicara ini malah asyik main HP, Riki, simpan dulu HP-nya!”
“Iya
iya, ada apa Mah?” dengan wajah kesal.
“Kamu
jadi kan milih jurusan yang sesuai permintaan mamah dan papa?”
“Iya
mah sudah kok, tapi dipilihan kedua, pilihan pertamnya tetep kedokteran.”
“Kok
malah dipilihan kedua? Kan mamah sudah bilang, kamu ambil jurusan ekonomi
bisnis supaya bisa nerusin bisnis papa kamu,” ujar ibunya dengan ekspresi sedikit
kecewa.
“Tapi
kan Sandi juga punya kemauan sendiri, Mah, Sandi mau menentukan pilihan Sandi
sendiri,” bantah Sandi.
“Ya
sudah terserah kamu saja, tapi kalau papa kamu marah mamah gak akan ikut campur
lagi. Jangan lupa berdoa sama belajar, main gamenya dikurangi dulu,”
sembari berjalan keluar kamar.
“Iya
iya, Mah.”
..........................................................................................................................................................
Tibalah hari di mana Riki, Sandi dan
juga teman-teman sekolahnya akan melaksanakan tes masuk Perguruan Tinggi
Negeri. Tempat tes mereka semuanya sama, hanya berbeda ruangannya saja. Mereka
berangkat bersama-bersama dan diantarkan oleh dua guru pembimbing sekolahnya.
Saat mereka berkumpul, Riki sempat menghampiri Sandi,
“San,
jadi ngambil jurusan kedokteran?” tanya Riki dengan senyum ramah.
“Jadi,
Ki. Kan gue nanti mau jadi dokter terkeren di kota ini, haha...” jawab Sandi
dengan sedikit lelucon. “Lu jadi ngambil kedokteran juga, Ki?”
“Aamiin...
semoga terkabul. Iya jadi San, samaan kita, hehe...” jawab Riki.
“Tapi
kayanya yang bakal lolos gue doang deh, apalagi sejarah anak IPA I dari tahun
ke tahun sudah terkenal pinter-pinter dan selalu ada yang masuk kedokteran,
anak IPA II kan belum pernah ada ya?” ujar Sandi dengan sedikit meremehkan
Riki.
“Iya
sih, tapi itu gak bisa dijadikan faktor kelulusannya juga. Semoga saja kita
diberikan hasil yang terbaik,” jawab Riki dengan santai. Riki dan Sandi memang
satu jurusan, hanya beda kelasnya saja. Riki di kelas IPA II, sedangkan Sandi
di kelas IPA I.
..........................................................................................................................................................
Singkat cerita, tes masuk Perguruan
Tinggi Negeri sudah mereka lalui. Sore nanti pengumuman kelulusannya diumumkan,
hanya tinggal menghitung jam. Sore nanti akan menjadi hari yang paling
mendebarkan bagi banyak orang, karena pengumumannya serentak seluruh Indonesia.
Kabar gembira menghampiri Sandi, ia sangat amat bahagia karena diterima
dijurusan yang ia idam-idamkan. Ya, Sandi lolos masuk kedokteran di salah satu
PTN ternama. Ia langsung memberi tahu semua teman-teman dan gurunya.
“Ada
yang lolos di kedokteran gak nih? Gue sudah lolos nih, hehe...” tulis Sandi di WhatsApp
Group Persiapan Masuk PTN sekolahnya lengkap dengan screenshot bukti
kelulusannya.
Teman-teman dan guru pembimbingnya
ramai memberikan ucapan selamat, termasuk Riki. Berbeda dengan Sandi, Riki
justru harus menerima hasil yang membuatnya sedih. Ia dinyatakan tidak lolos masuk
PTN. Dua jurusan yang ia pilih, dua-duanya tidak lolos. Riki sangat kecewa
dengan dirinya sendiri, ia terus-terusan menyalahkan dirinya. Namun, sosok ibu
Riki selalu menguatkan dan memberikan semangat kepadanya.
Tiga bulan kemudian, Riki akhirnya
mulai bisa menerima keadaan dan kembali bersemangat untuk menjalani kehidupan.
Ia berencana akan mengikuti tes kembali ditahun depan. Sembari menunggu waktu
tes yang masih cukup lama, ia juga menyibukkan diri dengan terus belajar lebih
giat dan mencoba mengasah kemampuan menulisnya dengan menulis cerita-cerita dan
artikel di blog pribadi miliknya. Riki memang sudah mempunyai blog sejak ia
mulai aktif mengikuti ekstrakurikuler jurnalistik sewaktu SMA. Tak disangka,
banyak orang yang suka dengan tulisan-tulisan Riki, terutama cerita-cerita yang
ia tulis rapi dan menarik untuk dibaca. Bahkan, sampai suatu hari Riki
dihubungi salah satu penerbit buku terkenal, ia ditawari untuk membukukan
tulisan-tulisan yang ada diblognya tersebut. Tawaran itu tentu membuat Riki
senang, tanpa pikir panjang ia langsung menyetujui tawaran dari penerbit buku
tersebut.
Setelah tujuh bulan terbit, Riki
terus-terusan mendapat kabar gembira. Mulai
dari bukunya yang laku di mana-mana dan menjadi bestseller, banyak
meraih penghargaan dari berbagai festival buku, bahkan, kabar terbaru yang
diterima Riki, bukunya ditawar untuk dijadikan film. Tak henti-hentinya kabar
gembira diterima Riki, tak henti-hentinya pula ia bersyukur atas nikmat-nikmat
yang ia peroleh. Namun Riki tetap punya satu mimpi yang masih berusaha ia
wujudkan, yaitu masuk PTN jurusan kedokteran. Sebulan setelah bukunya ditawar untuk
dijadikan film, Riki sudah melaksanakan tes untuk masuk PTN. Hari ini
pengumuman kelulusannya. Riki kembali merasakan apa yang satu tahun lalu ia
rasakan. Penasaran dan deg-degan bercampur ia rasakan. Ia kembali mengingat
masa lalu yang sempat membuatnya terpuruk. Doa tak henti-hentinya ia panjatkan.
Kali ini Riki sudah siap dengan hasil yang akan ia terima. Lolos atau tidak,
Riki sudah siap dengan hasilnya, karena ia sekarang sangat yakin, bahwa
ketentuan yang diberikan Allah kepada hambanya pastilah yang terbaik.
Setelah Riki mengecek hasilnya,
seketika matanya meneteskan air mata. Ia tak bisa berkata-kata selain ucapan
syukur atas hasil yang ia terima. Ia dinyatakan lolos masuk jurusan kedokteran
di salah satu PTN ternama. Riki amat sangat bahagia. Ia langsung menghampiri
dan memeluk ibunya disertai ucapan terima kasih yang terus-terusan ia sampaikan
dengan tangis yang tak tertahankan. Riki kini sadar, satu tahun lalu yang
membuatnya tidak lolos bukanlah karena Allah tak sayang kepadanya, melainkan
hanya waktunya saja yang tidak tepat dan mungkin itu jalan yang harus ia lalui
terlebih dahulu. Hari inilah waktu yang tepat.
Ternyata Riki diterima di Universitas yang sama dengan Sandi. Menyadari hal itu, Riki langsung mengabari Sandi, tapi ternyata Sandi sudah tidak lagi kuliah di sana. Ia sudah dikeluarkan karena selama dua semester mendapatkan nilai yang sangat buruk. Mengetahui kabar tersebut, Riki membesarkan hati Sandi dan juga memberikan semangat kepadanya.